Sabtu, 28 Juni 2014

TEORI KONSTRUKTIVISME

0 komentar


Nama   : Fahimatul Ilham
NIM : 1113016300006
Semester 2

TEORI KONSTRUKTIVISME
(CONSTRUCTIVISM THEORY)

A.      Latar Belakang
Dalam kegiatan pendidikan proses pembelajaran merupakan inti dari semua kegiatan yang dilakukan pendidik.Proses ini merupakan interaksi keseluruhan komponen atau unsur yang terdapat dalam pembelajaran yang saling berhubungan. Komponen pembelajaran tersebut adalah pendidik, siswa, tujuan yang hendak dicapai, materi pelajaran, metode mengajar, alat peraga serta evaluasi sebagai alat ukur tercapai tidaknya tujuan pembelajaran.
Pendekatan konstruktivisme merupakan upaya untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.Pendekatan ini berhubungan dengan masalah yang dihadapi siswa,membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan sosial,serta kemampuan berpikir kritis.Pengetahuan bukanlah seperangkat kata-kata,konsep atau kaidah yang siap diambil,dan diingat.Namun manusia harus mengkonstruksi pengetahuanya,dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Pendekatan konstruktivisme memfasilitasi siswa untuk dapat mengembangkan potensi dalam dirinya untuk berpikir kronologis,kritis analitis serta dapat memahami sejarah dengan baik dan benar.Kemampuan mengembangkan pengetahuan,pemahaman,analisis, dan sikap serta perilaku berdasarkan pengalaman sejarah akan membantu siswa menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lainya serta dapat membuat keputusan dan mengambil hikmah dari pengalaman tersebut untuk dijadikan tolak ukur dalam bersikap,berpikir, dan bertingkah laku.

B.       Tujuan Penulisan 
       1. Dapat menjelaskan pengertian teori konstruktivisme (C2)
       2. Dapat menunjukkan teori-teori yang berhubungan dengan konstruktivisme (A3)
       3. Dapat menghubungkan teori konstruktivime pada RPP (P5)

C.       Teori
Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru.  Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian atau…pengetahuan secara aktif dan terus-menerus (Suparno, 1997).
Ada tiga tokoh dalam aliran konstuktivisme  :
1.      Konstruktivisme Menurut J. Piaget

·      Lahir  di Neuchâtel, Switzerland, pada 9 Ogos, 1896.
·      Bapanya,Arthur Piaget, seorang pertengahan dan mempunyai minat yang mendalam tentang sejarah.
·      profesor dalam kesusateraan zaman Ibunya, Rebecca Jackson, seorang yamg sangat pandai
·      Jean Piaget merupakan anak sulung dalam keluarga dan bakatnya mula dilihat ketika beumur 10 tahun.
·      Merupakan ahli psikologi switzerland yang terkenal
·      Meninggal pada tahun 1980.
Teori perkembangan kognitif Piaget menyatakan bahwa kecakapan kognitif atau intelektual anak dan orang dewasa mengalami kemajuan melalui empat tahap (dalam Hudojo, 2003), yaitu sensori-motor (lahir sampai 2 tahun); pra-operasional (2 sampai 7 tahun): operasi konkret (7 sampai 11 atau 12 tahun), dan operasi formal (lebih dari 11 atau 12 tahun). Dalam pandangan Piaget pengetahuan didapat dari pengalaman, dan perkembangan mental siswa bergantung pada keaktifannya berinteraksi dengan lingkungan (Slavin, 2000).
Pada tahap pra-operasional karakteristiknya merupakan gerakan- gerakan sebagai akibat langsung. Pada tahap operasi konkret siswa didalam berpikirnya tidak didasarkan pada keputusan yang logis melainkan didasarkan kepada keputusan yang dapat dilihat seketika. Pada tahap operasi konkret ditandai dengan siswa mulai berpikir matematis logis berdasar pada manipulasi fisik dari obyek-obyek. Pada tahap operasi formal siswa dapat memberikan alasan-alasan dengan menggunakan simbol-simbol atau ide daripada obyek-obyek yang berkaitan dengan benda-benda di dalam cara berpikirnya. (Hudojo, 2003).
Piaget meyakini bahwa kecenderungan siswa berinteraksi dengan lingkungan adalah bawaan sejak lahir. Siswa memproses dan mengatur informasi dalam benaknya dalam bentuk skema (scheme). Hudojo (2003: 59) menyatakan skema adalah pola tingkah laku yang dapat berulang kembali. Slavin (2000: 30) menyatakan siswa mendemonstrasikan pola tingkah laku dan pemikiran yang disebut skema. Jadi mengacu pada kedua pendapat Hudojo dan Slavin, skema adalah pola tingkah laku dan pemikiran yang dapat berulang kembali. Dengan demikian, skema adalah struktur kognitif yang digunakan oleh siswa untuk menyesuaikan dengan lingkungan dan mengorganisasikannya. Penguasaan terhadap suatu skema baru mengindikasikan adanya perubahan di dalam struktur mental siswa.
Adaptasi berkaitan dengan penyesuaian skema yang sudah dimiliki siswa ketika berinteraksi dengan lingkungan. Menurut Piaget adaptasi adalah suatu proses penyesuaian skema dalam merespon lingkungan melalui asimilasi atau akomodasi. Asimilasi adalah proses menyerap pengalaman baru berdasar pada skema yang sudah dimiliki dan akomodasi adalah proses menyerap pengalaman baru dengan cara memodifikasi skema yang sudah ada atau bahkan membentuk skema yang benar-benar baru (Hudojo, 2003: 60).
Perkembangan struktur mental siswa bergantung pada proses asimilasi dan akomodasi. Masuknya skema baru dalam struktur mental siswa terutama tergantung pada proses akomodasi dalam menyerap pengalaman-pengalaman baru dengan cara siswa sendiri. Melalui adaptasi ini siswa memperoleh pengalaman-pengalaman matematika yang baru berdasarkan pengalaman-pengalaman matematika yang telah dimilikinya

2.      Konstruktivisme Menurut von Glasersfeld

www.univie.ac.at/constructivism/Ev
    ·         Nama lengkap: Ernst von Glasersfeld
    ·         Lahir di Munich 1917
   ·      Orang tua Austria, dan dibesarkan di Italia Utara dan Swiss.
Berkaitan dengan pemerolehan pengetahuan pendapat von Glasersfeld berbeda secara radikal dengan konsepsi pemerolehan pengetahuan tradisional terutama dalam kaitan antara pengetahuan dan realitas.von Glasersfeld berpendapat bahwa pengetahuan dan realitas tidak memiliki nilai mutlak, dan pengetahuan diperoleh secara aktif dan dikonstruksi melalui indera atau melalui komunikasi. von Glasersfeld (1984) mengemukakan bahwa konstruktivisme radikal untuk tidak diinterpretasikan sebagai gambaran dari realitas secara mutlak tetapi sebagai model pengetahuan (model of knowing) dan kemungkinan memperoleh pengetahuan dalam kognisi dengan cara mengkonstruksi pengetahuan berdasar pengalaman sendiri. Dalam pembelajaran, konstruktivisme radikal tergolong konstruktivisme individu, sebagaimana konstruktivisme kognitif yang dikemukakan Piaget.
Berkaitan dengan pembelajaran, von Glasersfeld (dalam Yackel, Cobb, Wood, dan Merkel; 2002) menyatakan pandangannya sebagai berikut. Jika mempercayai bahwa pengetahuan harus dikonstruksi oleh setiap individu yang belajar, maka pembelajaran menjadi sangat berbeda dengan pembelajaran tradisional yang meyakini pengetahuan ada di kepala guru dan guru harus mencari cara untuk mentransfer pengetahuan tersebut kepada siswa. Pembelajaran menurut konstruktivisme radikal memandang bahwa pengetahuan harus dikonstruksi oleh individu.Jadi berdasar informasi yang masuk ke diri siswa, siswa aktif belajar mengkonstruksi pengetahuan berdasar pengalaman sendiri.Hal ini, pada awal penyerapan pengetahuan, dimungkinkan terjadinya perbedaan konsepsi antar siswa terhadap hasil pengamatan.
Apa yang disampaikan guru belum tentu diterima siswa sebagaimana apa yang diharapkan guru. Tugas guru utamanya bukan mentransfer pengetahuan tetapi memfasilitasi kegiatan pembelajaran sehingga siswa memiliki kesempatan aktif belajar dengan cara mengkonstruksi pengetahuan berdasar pengalaman siswa sendiri. Dalam kegiatan pembelajaran guru perlu mempertimbang adanya perbedaan tingkat konsepsi siswa terhadap apa yang yang diamati. Dalam memahami suatu konsep sering terjadi konflik kognitif disebabkan oleh adanya problematika perbedaan tingkat konsepsi akibat beragamnya pengalaman siswa.Dalam hal seperti ini, guru perlu membuat kesepakatan-kesepakatan konseptual misalnya melalui diskusi kelas.
3.      Konstruktivisme Menurut Vygotsky
http://zafani-edu.blogspot.com
 ·      Lahir pada 1896 di Belarus, Rusia
 ·  Vygotsky banyak terlibat dalalm mengkaji perkembangan kognitif di Institute of Psychology di Moscow.
 ·      Merupakan ahli psikologi Rusia yang terkenal.
 ·      Meninggal pada 1934.
Psikolog Rusia Lev Semionovich (meninggal tahun 1934), berkaitan dengan perkembangan intelektual siswa mengemukakan dua ide. Pertama bahwa perkembangan intelektual siswa dapat dipahami hanya dalam konteks budaya dan sejarah pengalaman siswa (van der Veer dan Valsiner dalam Slavin, 2000) dan mempercayai bahwa perkembangan intelektual bergantung pada sistem tanda (sign sistem) yang individu berkembang dengannya (Ratner dalam Slavin, 2000: 43). Sistem tanda adalah simbol-simbol yang secara budaya diciptakan untuk membantu orang berpikir, berkomunikasi, dan memecahkan masalah, misalnya budaya bahasa, sistem tulisan dan sistem perhitungan.
Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat prinsip (Slavin, 2000: 256):
a.    pembelajaran sosial (social leaning). Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran kooperatif. Vygotsky menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksibersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih cakap.
b.    ZPD (zone of proximal development). Bahwa siswa akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkanmasalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orang dewasa atau temannya (peer).
c.    masa magang kognitif (cognitif apprenticeship). Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit memperoleh kecakapan intelektual melalui interaksi dengan orang yang lebih ahli, orang dewasa atau teman yang lebih pandi.
d.   pembelajaran termediasi (mediated learning). Vygostky menekankan pada scaffolding. Siswa diberi masalah yang kompleks, sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan secukupnyadalam memecahkannya.
Vygotsky menekankan pentingnya memanfaatkan lingkungan dalam pembelajaran.Lingkungan sekitar siswa meliputi orang-orang, kebudayaan, termasuk pengalaman dalam lingkungan tersebut. Orang lain merupakan bagian dari lingkungan (Taylor, 1993), pemerolehan pengetahuan siswa bermula dari lingkup sosial, antar orang, dan kemudian pada lingkup individu sebagai peristiwa internalisasi (Taylor, 1993). Banyak pemerhati pendidikan yang mengembangkan model pembelajaran berdasar teori pembelajaran Vygotsky, misalnya model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran peer interaction, model pembelajaran kelompok, dan model pembelajaran problem posing.
D.        Analisis Teori
Jean Piaget psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme,. Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan  berkembang pengetahuannya. Pengetahuan berguna jika pengetahuan tersebut mampu memecahkan persoalan yang ada. Pengetahuan merupakan proses yang terus berkembang(Great News: 2008)
Penerapan pendidikan dengan pola konstruktivisme diwujudkan dengan mengajak siswa secara aktif membangun konsep-konsep kognitif. Guru tidak sekedar memberi, namun siswa mencari secara aktif, dan mengembangkannya.
ciri-ciri konstruktivisme dalam pembelajaran
1.     Siswa aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2.     Siswa membina sendiri pengetahuan
3.    Proses pembinaan pengetahuan pada siswa melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran yang terdahulu dengan pembelajaran yang terbaru
4.     Membandingkan informasi baru dengan pemahaman yang sudah ada
5.     Ketidak-seimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama
6.     Bahan pengajaran dikaitkan dengan pengalaman siswa untuk menarik minat belajarnya
Pembelajaran konstruktivisme sebaiknya melibatkan guru yang konstruktif pula. Guru tidak hanya memberi pengetahuan kepada siswa, tetapi guru membantu siswa membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya, dengan memberikan kesempatan siswa untuk menentukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri. Guru memberikan kepada siswa anak tangga untuk membawa siswa kepada pemahaman yang lebih tinggi dan siswa harus memanjat sendiri anak tangga tersebut.
Pendidikan dengan pola konstruktivisme, akan menciptakan pengalaman baru yang menuntut aktivitas kreatif produktif dalam konteks nyata yang mendorong siswa untuk berfikir dan berfikir ulang lalu mendemonstrasikan.
E.    KREATIVITAS DAN INOVASI
1.   Ayat al-Quran
Pada dasarnya praktik pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme sudah ada sejak lama, yakni dari zaman nabi adam as. Akan tetapi dalam al-Quran tercatat bahwa prose situ secara gambling dijelaskan dalam surat al-an’am ayat 76-79 yang menceritakan tentang proses pencarian nabi Ibrahim terhadap Tuhannya. Ayat yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:
 












        “Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam” (76). “Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, Pastilah Aku termasuk orang yang sesat"(77). “Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, Ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan” (78). “ Sesungguhnya Aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan” (79).
2.  Gambar penerapan teori konstruktivisme di sekolah
       
                                                             sumber : www.google.com

Dalam gambar tersebut menjelaskan bahwa guru mengajak siswanya untuk diskusi kelompok, dengan cara seperti ini maka siswa dapat mengeksplor pengetahuan yang dia punya.
                                     sumber : www.google.com
Dalam gambar tersebut menggambarkan keaktifan siswa dalam penerapan teori konstruktivisme
3.  Grafik


                                                      sumber : www.google.com
 
Latihan membuat RPP berdasarkan teori konstruktivisme

Dosen mata kuliah :
Nuraida, M. Si.

Disusun oleh :
Nama          : FahimatulIlham
NIM: 1113016300006


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS NEGERI ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014

IDENTITAS GURU
Nama                           : Fahimatul Ilham
Semester                      : 2 (Genap)
Jurusan                         : Pendidikan Fisika
Universitas                    : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

IDENTITAS MURID
Nama                           : Vera Fitria
Tempat/Tanggal lahir     : Depok, 2 Februari 2001
Umur                           : 13 tahun

RencanaPelaksanaanPembelajaran
(RPP)
Sekolah                        : SMP AhsanuAmalaDepok
Mata Pelajaran             : IPA (Fisika)
Kelas/Semester            : VII/2
Materi Pokok              : Gerak Lurus
Alokasiwaktu              : 2 jam pelajaran( 2 x 45 menit )

A.      Standar Kompetensi
Memahami gerak-gerak yang ada melalui analisis siswa.

B.       KompetensiDasar
Menganalisis data percobaan gerak lurus beraturan dan gerak lurus berubah beraturan serta penerapannya dalam kehidupan.

C.      Tujuan Pembelajaran
1.      Kognitif
Siswa mampu menjelaskan pengertian gerak lurus dengan pendapatnya sendiri (C1).
Alasan :
1.    Menurut Taksonomi Bloom, kata menjelaskan termasuk kedalam kata kerja operasional ranah C1 yang berupa pengetahuan. Sehingga dengan menggunakan kata menjelaskan siswa dapat menguasai materi yang telah diberikan yaitu materi mengenai pengertian dari gerak dengan benar khususnyadalam ranah pengetahuannya.
2.    Menurut Jean Jacques Rousseau (1712-1778), anak pada usia SMP yang berumur 12-15 tahun termasuk kedalam tahap operasional formal. Pada tahap ini murid sudah dapat berfikir secara tidak terbatas dan mulai kritis, sehingga ia dapat menjelaskan kembali tentang materi yang telah disampaikan oleh guru mereka dan kata operasional menjelaskan sudah dapat digunakan pada tahap ini, dan  indikator pun dapat tercapai.

Siswa dapat memberikan contoh gerak lurus baik yang beraturan maupun yang berubah beraturan (C1)
 Alasan :
1.    Menurut Taksonomi Bloom kata memberikan contoh termasuk kedalam ranah kognitif C1, yaitu mengenai pengetahuan. Dengan menggunakan kata memberikan contoh guru dapat menilai apakah siswa tersebut dapat menguasai materi yang telah diberikan oleh guru tersebut dengan baik dan benar.
2.        Menurut Jean Jacques Rousseau (1712-1778), anak umur 12-15 tahun dengan pikirannya yang berkembang anak mulai belajar menemukan tujuan-tujuan serta keinginan-keinginannya sehingga menurut psikologi perkembangan ini siswacocok untuk menerima indikator ini.

Siswa mampu menuliskan rumus-rumus yang berkaitan dengan gerak antara lain : jarak, perpindahan , kecepatan dan percepatan (C1)
Alasan :
1.  Menurut taksonomi Bloom kata menuliskan termasuk kedalam ranah kognitif C1, yaitu pengetahuan. Dengan menggunakan kata kerja operasional jenis C1 ini kemampuan siswa dalam pengetahuan dasar mengenai materi yang disampaikan akan terlihat, apakah indikator yang diinginkan telah tercapai dengan baik atau belum.
2.  Menurut psikologi perkembangan, anak dengan umur11-16 tahun sudah dapat memiliki kemampuan untuk menuliskan apa yang iadapatkan baik yang  muncul dari fikirannya sendiri ataupun yang  iadapatkan dari orang lain, sehingga kata kerja operasionalini bisadigunakan kepada siswa yang berumur 11-16 tahun dan akan memudahkan dalam tercapainnya indikator yang diinginkan.

Siswa dapat membandingkan gerak luruk beraturan dan gerak lurus beruba hberaturan (C6)
Alasan :
1.       Menurut Taksonomi Bloom kata membandingkan termasuk kedalam ranah kognitif C6, yaitu berhubungan dengan nilai penerapan. Dengan menggunakan kata membandingkan ini guru dapat mengetahui apakah siswa tersebut dapat menerapkan materi yang telah diterima siswa dalam kehidupannya. Sehingga indikator yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik dan benar.
2.       Menurut Jean Jacques Rousseau (1712-1778), anak umur 12-15 tahun anak mulai kritis dalam menanggapi suatu ide atau pengetahuan dari orang lain, kekuatan intelektual kuat dand apat menerapkan apa yang sudah iadapatkan kedalam kehidupannya, hal ini sudah sesuai dengan tahapan perkembangan anak usia 11-16 tahun sehingga memudahkan tercapainya indikator.

      2.  Afektif
Siswa dapat mengubah rumus-rumus yang berkaitan antara jarak, waktu, kecepatan dan percepatan(A5)
Alasan :
1.  Menurut Taksonomi Bloom kata mengubah termasuk kedalam ranah afektif A5, yaitu menghayati. Dengan menggunakan kata kerja operasional jenis ini kemampuan siswa dalam merasakan dan menghayati akan dapat tercapai, sehingga indikator dapat tercapai dengan baik.
2.    Menurut psikologi perkembangan, anak dengan usia 11-16 tahun memiliki afektif  yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahapan sebelumnya. Sehingga nilai afektif yang berupa menghayati ini dapat diterapkan  kepada siswa tersebut dan indikator pun akan dapat tercapai.

3.  Psikomotorik :
Siswa dapat memposisi kan gerak lurus kedalam kehidupan sehari-hari (P1)
Alasan :
1.    Menurut Taksonomi Bloom kata memposisikan termasuk kedalam ranah psikomotorik P1, yaitu menirukan. Dengan menggunakan kata kerja operasional ini kemampuan dasar siswa dalam ranah psikomotorik dapat diketahui oleh guru. Sehingga tercapainya indikator pun dapat diketahui melalui ranah psikomotorik ini.
2.    Menurut Psikologi Perkembangan, anak dengan usia sekolah pada umur 11-16 tahun sudah dapat menggunakan teori-teori yang didapatkannya dan diterapkan kedalam kehidupannya, sehingga indikator ini dapat tercapai.
                 
Siswa dapat menggunakan konsep-konsep gerak lurus kedalam kehidupan sehari-hari (P4).
Alasan :
1.    Menurut Taksonomi Bloom kata menggunakan termasuk kedalam  ranah psikomotorik P4, yaitu artikulasi. Dengan menggunakan kata menggunakan ini guru dapat mengetahui sejauh mana kemampuan manusia dalam menerapkan materi yang didapatkan kedalam kehidupannya. Dalam ranah psikomtorik ini merupakan tingkatan yang paling tinggi karena pada tahap ini siswa sudah memiliki kemampuan untuk berfikir secara kompleks dan sistematis serta dapat menggunakan perasaannya dalam mengerjakan sesuatu hal.
2.       Menurut Psikologi Perkembangan, siswa pada usia 11-16 tahun sudah dapat bereksperimen dan menggunakan teori yang ia dapatkan. Sehingga pada tahap ini siswadapat menerima indikator yang telah ditentukan.

4.  Perkembangan konsep diri dan emosi
1.      Siswa dapat mengkonsep dirinya dengan baik seiring mulai adanya pengaruh dari lingkungan karena pada usia ini mereka banyak berinteraksi dengan sesama.
Dengan bertambahnya usia, pandangan tentang diri ini menjadi lebih banyak didasari oleh nilai-nilai yang diperoleh dari interaksi dengan orang lain ( Taylor, 1953: Comb & Snygg, 1959)
2.      Siswa dapat mengontrol emosinya sesuai dengan penerapan gerak lurus ketika dia berada di lampu merah mereka mempunyai pendidikan karekter berupa sabar (tidak ngebut dan mematuhi rambu-rambu)
Menurut Nana Syaodih Sukmadinat dalam bukunya Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Pada masa remaja awal (usia 13-14 tahun) dan remaja tengah (usia 15-16 tahun) perkembangan perasaan (emosi) berjalan konstan. Pada masa remaja awal ditandai oleh rasa optimisme dan keceriaan dalam hidupnya, diselingi dengan rasa bingung menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Pada masa remaja tengah rasa senang datang silih berganti dengan rasa duka (Nana Syaodih Sukmadinat, 115)
5.  Perkembangan nilai, moral dan sikap
1.  Siswa dapat menerapkan konsep gerak lurus yang berkaitan dengan nilai estetika dalam kehidupan.
Pada teori pembagian Tahap Perkembangan Menurut Havighurst, Pada masa ini, anak berada pada usia 6-13 tahun dan memiliki ciri -ciri antara lain :
·            Membangun moralitas, hati nurani dan nilai-nilai
·            Pencapaian kemandirian
·            Membangun perilaku dalam kelompok sosial maupun institusi (sekolah)
6.  Perkembangan kreativitas
1.      Siswa dapat memperagakan gerak lurus dengan kekreatifan mereka dalam menggambar
Dalam perkembangan kreativitas, anak usia 11 tahun keatas interaksinya dengan lingkungan sudah amat luas, dilihat dari perspektif ini, perkembangan kreativitas remaja pada posisi seiring dengan tahapan operasional formal. Artinya perkembangan kreativitasnya sedang berada pada tahap yang amat potensial bagi perkembangan kreativitas (McCormack, 1982)
7.  Cara mengatasi lupa dan jenuh dalam belajar
1.   Siswa memiliki nilai estetika yang cukup tinggi jadi siswa dapat menggunakan metode menghafal rumus dengan gambar-gambar agar mudah di ingat
2.   Dengan Clustering (pengelompokkan), yaitu menata ulang item-item materi menjadi kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih logis dalam arti bahwa item-item tersebut memiliki signifikansi dan lafal yang sama atau sangat mirip (Barlow,1985)
3.   Agar siswa tidak jenuh maka selingi pembelajaran dengan game, mislkan game penerapan gerak lurus

D.      Materi Ajar
A.    gerak lurus beraturan
     - s = s0 + v .t
B.     gerak lurus berubah beraturan
     - s = s0 + v . t + 1/2 a . t2

E.       Metode Pembelajaran
1.      Pemberian tugas
2.      Pembahasan kelompok
3.      Pelaporan

F.       Langkah-Langkah Pembelajaran
Kegiatan Awal
Guru membuka pelajaran, dilanjutkan dengan tanya jawab mengungkap pengetahuan awal siswa tentang analisa gerak lurus yang akan di bahas pada pertemuan kali ini
Kegiatan Inti
Eksplorasi
Guru melakukan diskusi kelas untuk mempelajari gerak lurus kemudian mengelompokkan kedalam gerak lurus beraturan dan gerak lurus berubah beraturan dan guru memberikan gambaran tentang gerak lurus agar siswa menganalisisnya dan memecahkannya.
Elaborasi
Siswa melakukan diskusi kelompok untuk memecahkan soal-soal yang diberikan oleh guru atau soal-soal dari buku siswa yang berkaitan dengan gerak lurus
Guru memberikan kuis tertulis dengan cara lisan untuk mengetahui pemahaman materi yang telah dipelajari.
Konfirmasi
Guru mengadakan kuis untuk mengetahui pemahaman materi yang telah dipelajari.
Kegiatan Akhir
Dengan cara tanya jawab, dilakukan kegiatan menyimpulkan dan memberi penekanan pada materi gerak lurus, diteruskan dengan pelaporan hasil diskusi siswa. Lalu guru membahasnya untuk mengetahui seberapa pemahanaman siswa

G.      Penilaian
a.      Kuis tertulis
b.  Pengamatan keaktifan siswa pada saat Tanya jawab, kinerja keterampilan dalam peragaan dan percobaan serta sikap
c.      Tugas

H.    Evaluasi
1. Teori bakat  Multipel Intelligence
Menurut Dr. Howard Gardner, beliau adalah seorang peneliti dari Harvard dan pencetus teori Multiple Intelligence mengajukan 8 jenis kecerdasan yang meliputi :
Cerdas bahasa : cerdas dalam mengolah kata
Cerdas gambar : memiliki imajinasi tinggi
Cerdas musik : peka terhadap suara dan irama
Cerdas tubuh : terampil dalam mengolah tubuh dan gerak
Cerdas matematika dan logika : cerdas dalam sain dan berhitung
Cerdas sosial : kemampuan tinggi dalam membaca pikiran  dan perasaan orang lain
Cerdas alam : peka terhadap alam sekitar
Cerdas Spiritual : menyadari makna eksistensi diri dalam hubungannya dengan pencipta alam semesta.
Berdasarkan teori tersebut maka dapat diketahui bahwa siswa memiliki kecerdasan berupa cerdas gambar (picture smart)  karena dalam menghafal rumus, siswa lebih mudah mengingat dalam bentuk variasi bentuk rumus-rumus yang menarik dan juga memiliki kecerdasan berupa cerdas logika (logic smart), dengan kecerdasan berupa sains dan logika maka siswa pasti lebih mudah mengungkapkan apa yang dia ketahui dengan memainkan logikanya untuk mengira-ngira tujuan dan maksud dari suatu pelajaran sebelum guru menerangkan, maka sangat tepat sekali jika menerapkan teori konstruktivisme pada siswa.
2.   Penggunaan teori konstruktivisme
Pendekatan konstruktivistik pada dasarnya merupakan pendekatan pembelajaran yang baik dan sangat berorientasi kepada siswa (student¬centerd). Dalam mengelola pembelajaran guru sebaiknya dapat menggunakan prinsip-prinsip yang diturunkan berbagai perspektif pembelajaran, behaviorisme, kognitivisme, konstruktivisme dan lain-lainnya, sesuai dengan tujuan dan sifat materi pembelajaran. Dalam hal ini guru perlu mengasah daya kreativitasnya untuk dapat mengembangkan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan bagi siswanya.

DAFTAR PUSTAKA

B., E. H. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga.
Munandar, Utami. 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreatifitas Anak Sekolah. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana.
Sabri, Alisuf. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya.
Sukmadinata, S Nana. 2003. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Bahri, Syaiful. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.